Soul Eater Logo

Pages

Senin, 05 Maret 2012

01. Zionisme (Part 3)

Program Politik Kaum Yahudi

Ia dengan jernih melihat apa yang disebutnya sebagai “masalah Yahudi” sebagai suatu masalah politik. Dalam kata pengantar bukunya itu, ‘Der Judenstaat’, ia berkata,

“Saya percaya, bahwa saya memahami anti-Semitisme, yang sesungguhnya merupakan gerakan yang sangat kompleks. Saya mempertimbangkannnya dari sudut pandang orang Yahudi, tanpa rasa takut maupun benci. Saya percaya anasir (unsur-red.) apa yang saya lihat di dalamnya yang merupakan permainan yang jorok, sikap iri yang lazim, warisan prasangka, intoleransi keagamaan, dan juga pretensi (keinginan-red.) mempertahankan nilai-nilai. Saya rasa “masalah Yahudi” lebih banyak berbau sosial ketimbang keagamaan ,meskipun saya tidak menafikan kadangkala muncul hal itu dalam bergam bentuknya. Maalh itu pada hakekatnya adalah “masalah nasional” yang hanya mungkin diselesaikan dengan membuatnya masalah dunia politik yang dapat didiskusikan dan dikendalikan oleh bangsa-bangsa dunia beradab di suatu majelis”.

Theodore Herzl tidak hanya menyatakan bahwa kaum Yahudi harus membentuk suatu bangsa, tetapi dalam mengubungkan tindakan dari bangsa Yahudi ini kepada dunia, Herzl menulis,

“Bila kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner, pamanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit, dipasikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat”.

Pandangan ini yang nampaknya pandangan yang sejati, merupakan pandangan yang telah lama terpendam di dalam benak kaum Yahudi, yang juga dikemukakan oleh Lord Eudtace Percy, dan diterbitkan ulang, agaknya dengan persetujuan ‘Jewish Chronicle’ Kanada, yang untuk membacanya membutuhkan kehati-hatian.

“Liberalisme dan nasionalisme dengan hingar bingar membukakan pintu ghetto (1.kampung Yahudi di kota, 2 bagian kota yang didiami terutama oleh golongan minoritas – red..)dan menawarkan kewarga-negaraan dengan kududukan yang sejajar kepada kaum Yahudi. Kaum Yahudi memasuki Dunia barat, menyaksikan kekuasaaan dan kejayaannya, memanfaatkan dan menikmatinya, turut-serta membangun di pusat peradabannya, memipin, mengarahkan dan mengeksploitasinya – namun kemudian menolak tawaran itu. Lagipula – dan hal ini sesuatu yang menarik – nasionalisme dan liberalisme Eropa, pemerintahan dan persamaan dalam demokrasi menjadi makin tidak tertangguhkan olehnya dibandingkan dengan penindasan dan kedzaliman despotisme (kelaliman-red.) sebelumnya.”

“Di suatu dunia dengan yurisdiksi(hak hukum – red.) kedaulatan negara yang dibatasi dengan jelas oleh batas-batas wilayah teritorial negara yang sepenuhnya disepakati secara internasional, (orang Yahudi) tinggal memiliki dua pilihan yang membuka kemungkinan baginya untuk memperoleh perlindungan : pertama, atau ia harus meruntuhkan pilar-pilar sistem negara nasional yang ada secara keseluruhan; kedua, atau ia harus menciptakan sendiri suatu wilayah teritorial yang seluruhnya berada di dalam genggaman yurisdiksi kedaulatannya. Mungkin disini terletak penjelasan tentang hubungan Bolshevisme (bahasa Rusia:’minoritas’) Yahudidan Zionisme, karena dewasa ini kaum Yahudi di Timur nampaknya terombang-ambing memilih di antara keduanya. Di Eropa Timur Bolshevisme dan Zionisme sering terlihat tumbuh bersamaan, persis seperti peran kaum Yahudidalam membentukpemikiran tentang ‘republikeinisme’ dan sosialisme sepanjang abad kesembilan-belas sampai kepada Revolusi Turki Muda di Istambul yang belum lewat satu dasawarsa yang lalu. Semuanya berlangsung bukan karena kaum Yahudi mempedulikan sisi positif dari falsafah-falsafah radikal itu, bukan karena ingin menjadi peserta dari nasionalisme atau demokrasinya kaum non-Yahudi, tetapi ‘karena tidak ada sistem pemerintahan yang ada pada kaum non-Yahudi, yang benar-benar memiliki makna bagi orang Yahudi, karena pa yang ada hanya menimbulkan kemuakan baginya’”.

Para pemikir Yahudi, semuanya tanpa kecuali,memandang apa yang ada pada kaum non-Yahudi seperti itu. Orang Yahudi selalu bersikap bertentangan dengan skema kaum non-Yahudi dalam segala hal. Kalau sekiranya kepada orang Yahudi diberikan kebebasa penuh untuk memilih, dapat dipastikan ia akaj memilih untuk menjadi seorang republikein yang anti-kerajaan, seorang sosialis yang anti-republik, atau seorang Bolshevis yang anti-sosialis.

berlanjut...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar